Sabtu, 08 Desember 2012

Pemanfaatan Biji Buah Karet Sebagai Pakan Alternatip Ayam Kampung

Oleh: Diah Kasmirah

ABSTRAK
Pakan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam usaha petemakan karena dalam usaha peternakan 60 — 80 % biaya produksi digunakan untuk biaya pakan (Anggorodi, 1979). Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pakan unggas yang berasal dari limbah pertanian yaitu biji karet. Berdasarkan kandungan gizinya, biji karet mengandung protein kasar 17,08 %, lemak kasar 25,23 %, serat kasar 17,58 % dan energi metabolis 2707,53 kkal/kg (Sutrisna,1997). Hasil sidik ragam penelitian memperlihatkan bahwa pemberian tepung biji karet tidak berpengaruh nyata terhadap berat karkas. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian tepung biji karet sampai level 15% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap berat karkas yang dihasilkan.
Kata kunci: Tepung biji karet potensi untuk pakan ternak


Ø  PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara penghasil karet nomor 1 di dunia. Sekitar tiga juta ha lahan ditanami kebun karet. Tanaman karet ini menghasilkan rata-rata 800 biji karet per pohon per tahun. Dalam setahun, pohon karet berbuah dua periode. Setiap buah karet mempunyai 2 – 4 biji karet (Murni et al., 2008). Artinya, Indonesia mampu menghasilkan 2,4 juta biji karet. Harga biji karet yang diambil dari kebun karet masyarakat adalah Rp. 25,- per biji. Artinya, biji karet mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku pakan ternak.
Tanaman karet merupakan tanaman asli brazil yang mempunyai nama latin Hevea Brasilienis. Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoecus). Pada satu tangkai bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga jantan. Penyerbukannya dapat terjadi dengan penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Pohon karet umumnya mulai berbunga pada umur sekitar tujuh tahun tetapi dapat dirangsang menjadi kurang dari lima tahun. Proses pemasakan buah berlangsung selama 5 – 6 bulan, sedangkan musim bijinya serlangsung sekitar 1,5 bulan. Berdasarkan proses pembuahannya biji karet dibedakan menjadi 3 golongan yaitu; biji legitim, biji prope legitim dan biji illegitim. (Cecep Haris Nurhidayat, 2009).
Biji karet mengandung protein dan energi metabolis yang tinggi sehingga penggunaan tepung biji karet dalam ransum bertujuan sebagai sumber energi dan sumber protein yang dapat diberikan pada unggas terutama ayam kampung. Berdasarkan kandungan gizinya, biji karet mengandung protein kasar 17,08 %, lemak kasar 25,23 %, serat kasar 17,58 % dan energi metabolis 2707,53 kkal/kg (Sutrisna,1997). Biji karet juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak dengan membuat tepung biji karet (Hevea brasiliensis Muel Arg).
Tepung biji karet merupakan salah satu bahan baku alternatif dari pakan ayam. Keunggulan tepung biji karet adalah tepung biji karet dihasilkan dari biji tanaman karet yang merupakan tanaman perkebunan yang paling banyak ditanam di Indonesia, sehingga ketersediaannya dalam jumlah besar relatif terjamin. Selain itu biji karet selama ini merupakan biji yang disia-siakan atau belum dimanfaatkan dan tidak dapat dimakan langsung. Biji karet terdiri atas kulit luar yang keras dan intinya banyak mengandung minyak (Murni et al., 2008).
Dilihat dari komposisi kimianya, kandungan protein tepung biji karet sangatlah tinggi (Tabel 1 dan 2). Selain kandungan protein yang cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik. Asam amino yang paling banyak terkandung dalam tepung biji karet adalah asam glutamik, asam aspartik dan leucine sedangkan methionine dan cystine merupakan kandungan asam amino yang terendah (Tabel 3).

Tabel 1. Analisis proksimat tepung biji karet dan beberapa kandungan kimia (100 g berat kering)
Komposisi proksimat
Kandungan (%)
Air (%)
3,6
Abu (%)
3,4
Protein (%)
27,0
Lemak (%)
32,3
BETN (%)
33.7
Tiamin (µg)
450,0
Asam nikotinat (µg)
2,5
Akroten dan Tokoferol (µg)
250,0
Sianida (mg)
330,0
Sumber: Murni et al. (2008)

Tabel 2. Analisis proksimat tepung biji karet dari alam dan budidaya (berat kering)
Komposisi (%)
Biji karet alam
Biji karet budidaya
Kadar Air
14,1 ± 7,0
2,6 ± 0,4
Kadar abu kasar
9,7 ± 2,5
2,3 ± 0,2
Kadar protein kasar
10,3 ± 1,7
21,9 ± 1,2
Kadar lemak kasar
6,4 ± 1,1
15,8 ± 1,9
BETN
73,7,4 ± 5,1
65,1 ± 5,2
Sumber: Oyewusi et al. (2007

Tabel 3. Susunan asam amino tepung biji karet dari alam dan budidaya (g/kg protein)
Asam Amino
Biji karet alam
Biji karet budidaya
Glutamic acid (Glu)
                   93.10
                 112.50
Aspartic acid (Asp)
                   76.00
                   80.40
Leucine  (Leu)
                   51.60
                   71.90
Arginine (Arg)
                   46.00
                   51.10
Lysine (Lys)
                   39.50
                   49.90
Phenylalanine (Phe)
                   38.90
                   49.00
Glycine (Gly)
                   32.60
                   40.10
Valine (Val)
                   31.70
                   38.30
Isoleucine (Iso)
                   30.10
                   35.10
Tyrosine (Try)
                   29.00
                   33.80
Serine (Ser)
                   21.00
                   30.20
Alanine (Ala)
                   17.80
                   23.90
Histidine (His)
                   20.10
                   23.50
Threonine (Thr)
                   20.50
                   23.30
Proline (Pro)
                   20.20
                   18.10
Methionine (Met)
                   10.70
                   14.90
Cystine (Cys)
                    9.90
                   14.60
Sumber: Oyewusi et al. (2007).

Agar biji karet dapat dimanfaatkan maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat (Zuhra, 2006). Menurut George (1985), konsentrat adalah hasil pemekatan fraksi protein biji karet yang kadar proteinnya sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Dalam pembuatannya, fraksi protein akan lebih tinggi kadarnya dengan cara mengurangi atau menghilangkan lemak atau komponen-komponen non protein lain yang larut.
Walaupun mempunyai kandungan nutrien relatif baik, biji karet  memiliki zat anti nutrien yaitu asam sianida (HCN) atau prussic acid. Asam sianida merupakan salah satu racun yang tergolong kuat dan sangat cepat cara bekerjanya (Murni et al., 2008). Asam sianida dalam biji karet dapat dihilangkan atau dikurangi kandungannya melalui beberapa cara, yaitu perendaman (dipping) selama 24 jam, pengukusan (steaming) pada suhu 100oC selama 6 jam, penjemuran (drying) selama 12 jam di bawah sinar matahari atau kombinasi antara pengukusan dengan penjemuran selama 12 jam.
Ayam kampung mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap Iingkungan dan lebih resisten terhadap penyakit dibanding dengan ayam ras begitupula dalam hal mencerna bahan pakan. Rasyaf (1997) menyatakan bahwa salah satu yang menjadi ciri khas ayam kampung adalah sifat genetisnya yang tidak seragam, wama bulu. ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama. Walaupun demikian pemberian ransum yang berkualitas baik akan menghasilkan karkas yang balk pula, hal ini berkaitan dengan persediaan zat - zat makanan yang dibutuhkan dalam menyusun komposisi karkas diantaranya protein, lemak, air, mineral dan vitamin (Anggorodi. 995). Berdasarkan data dan informasi tersebut maka dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian tepung biji karet terhadap kualitas karkas ayam kampung.
Pemberian tepung biji karet tidak berpengaruh nyata terhadap berat karkas. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian tepung biji karet sampai level 15% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap berat karkas yang dihasilkan. Meskipun rataan berat karkas tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan berat karkas. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tepung biji karet dapat diberikan pada ayam kampung umur 16 minggu sebesar 15% dari total ransum.                        
Menurut Bachkum (1983) pemberian biji karet segar pada broiler lebih dari 5 % dapat menurunkan pertambahan berat badan dan konsumsi ransum. Latif dkk (1999) menvebutkan bahwa pemakaian tepung biji karet sampai level 4 % dari ransum puyuh yang sedang tumbuh masih dapat dilakukan sedangkan penggunaan tepung biji karet sampai dengan tingkat 1 5 % sebagai pengganti jagung, dalam ransum ayam kampung sampai umur 11 minggu masih dapat digunakan (Saputro, 2002). Saputro (2002) mengolah biji karet dengan cara penjemuran selama 2 hari, lalu diovenkan pada suhu 60CC selama 3 hari, kemudian digiling menjadi tepung.
Menurut Oyewusi et al. (2007), biji karet mengandung 10 – 22% protein dan asam amino esensial. Biji karet telah diteliti di Indonesia untuk pakan ternak hewan darat, namun belum diteliti untuk pakan ikan. Tepung biji karet yang ditambahkan dengan metionin dalam ransum babi tidak memberikan konsumsi pakan dan pertumbuhan yang optimal (Siagian et al., 1992). Menurut Arossi et al. (1985) dalam Prawirodigdo (2007), penambahan tepng biji karet sampai 19% dalam pakan masih layak untuk pertumbuhan ayam pedaging strain CP 707. Selanjutnya, tepung biji karet mampu memsubsitusi 10 - 20% tepung jagung untuk mamacu pertumbuhan lele hibrid.
Karkas adalah daging ayam yang masih bersama kulit dan tulangnya yang diproleh dari hasil pemotongan setelah dipisahkan dari kepala,kaki, dan isi perut ( Winarno, 1993 Williamson dan Payne, 1993; ). Berat karkas bervariasi antara 65%-75% dari berat hidup.  Persentase berat karkas merupakan hasil perbandingan antara berat karkas dengan berat hidup dikalikan seratus persen. Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah bangsa, umur, dan jenis kelamin  .
Kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh seekor ternak pada kondisi pasar. Nilai karkas dipengaruhi oleh faktor berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dan karkas yang dihasilkan (Soeparno, 1994). Kualitas karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas karkas yaitu genetik, spesies, bangsa tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik. mineral) dan stres, sedangkan faktor setelah pemotongan yaitu metode pelayuan. stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, lemak intramuskuler atau marbling dan metode penyimpanan karkas (Soeparno,1994). Menurut Winarno (1993) kualitas karkas dapat dilihat dan bentuk tulang dada yang normal, melengkung panjang ramping seperti perahu, punggung rata, pertumbuhan daging paha, sayap dan dada yang baik dan berisi.
Meskipun begitu, informasi tentang pengaruh penggunaan tepung biji karet terhadap kualitas karkas belum banyak dikemukakan. Penelitian Tangtaweewipat dan Eliot(1989) pengujian terhadap beberapa bahan pakan sumber protein nabati alternatif seperti bungkil biji kapuk, bungkil biji kemiri dan bungkil biji karet masing-masing sebanyak 10 % pada ayam kampung, dapat memperbaiki konversi pakan dari 4,6 menjadi 4,1 (11,5%).
Ø  Kesimpulan
  1. Penggunaan tepung biji karet dapat menggantikan pakan sumber protein dan energi seperti jagung .
  2. Pemanfaatan tepung biji karet sebagai pakan dapat menambah nilai ekonomis dari tanaman karet yang ada di indonesia.
  3. Tepung biji karet dapat diberikan pada ayam kampung sampai umur 6 minggu sebesar 15 % dan total ransum tanpa menurunkan berat karkas dan persentase karkas.
  4. Penambahan tepng biji karet sampai 19% dalam pakan masih layak untuk pertumbuhan ayam pedaging strain CP 707.
DAFTAR PUSTAKA
Bahasuan, A. H. 1984. Pengaruh biji karet (Hevea brasiliensis) dalam ransum ayam pedaging terhadap bobot karkas, bobot lemak rongga tubuh, bobot hati dan bobot ginjal. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bachkum, G.D. 1983. Pengaruh tingkat pemberian biji karet (Havea brasiliensis dalam  ransum terhadap penampilan produksi ayam pedaging. Tesis. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka L:a.
Jakarta.
Latif, S. A., Novirman, J dan Yunitasari. 1999. Pengaruh pemakaian tepung biii karet
(Hevea brasilliensis) dalam ransum terhadap performan temak puvuh. Jurnal
Peternakan dan Lingkungan. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas Padang.
Padang.
Lisanti, R. 1981. Pengaruh beberapa macam pengolahan terhadap susunan zat rnakara dan racun dalam biji karet. Karya Ilmiah. Fakultas Petemakan. Institut
Pertanian Bogor.
Santoso, U. 1987. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional.Bhratara karya Aksara Jakarta
 Siagian, P. H., H. C. H. Siregar dan Saludink. 1992. Pengaruh penggunaan bungkil biji karet dalam ransum dengan penambahan metionin terhadap penampilan dan nilai karkas ternak babi. Abstrak. Fakultas Peternakan. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyaratkat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suara Pembaharuan. 28 Agustus 2004. Kebutuhan pakan ternak pada 2010 capai 13 juta ton. Suara Pembaruan Daily. http://www.suara pembaharuan.com/news/2004/08/26ekonom/eko04.htm.[14 Juni 2009].

Suprayudi, M.A, Bintang M, Takeuchi T, Mokoginta I, and Sutardi T. 1999. Defatted soybean meal as an alternatif source to subtitute fish meal in the feed of giant gouramy (Osphronemus gouramy Lac.). Sanzoshoku. 47(4): 551-557.
Eyo, J. E dan Ezechie C U. 2004. The effects of rubber (havea brasiliensis) seed meal based diets on diet acceptability and growth performance of heterobranchus bidorsalis (%) x clarias gariepinus (&) hybrid. Journal of Sustainable Tropical Agriculture Research (2004): Volume 10: 20 - 25.

Prawirodigdo, S. 2007. Urgensi evaluasi bahan pakan asli indonesia sebagai pilar utama untuk menopang usaha ayam lokal. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkayam-lkl05-20.pdf. [24 Juni 2009].

2 komentar:

  1. Halo mas bro blognya keren,gimana caranya yaa bisa sebagus ini makasihh

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih dah singgah di blog sederhana ini,kuncinya belajar,mencoba,membaca,mempraktekan..

      Hapus